You are My Sanity (Part 1~ Complicated)

01.40


Dokumen-dokumen penawaran yang tergeletak di atas mejanya sama sekali tak menarik bagi Zizi. Berjam-jam memeriksan kontrak penawaran yang besok akan dikirim ke TY Company benar-benar membuat Zizi begitu jengah. Hampir 2 tahun ia berkutat dengan tugas yang sama setiap harinya. Ya, kecuali jika seniornya memintanya membantu memeriksa laporan keuangan juga di saat Zizi sedang tidak ada yang harus dikerjakannya.
“Gue mau resign aja deh,” celetuk Zizi di tengah makan siang bersama Sandra, sahabat karibnya yang bekerja di perusahaan lainnya  yang tak jauh dari kantor Zizi.
“Loh, kenapa emang? Bukannya tempat lo kerja sekarang ngasih bonus yang gede ya?” tanya Sandra yang merasa bonus besar dari kantor merupakan alasan terbaik untuk bertahan di kantornya sendiri.
“Akhir-akhir ini gue bosen banget ngantor, mana senior gue nggak pernah ngasih gue waktu luang lagi. tolong ini lah, tolong itu lah. Mentang-mentang senior terus bisa seenaknya aja.”
“Dimana-mana juga gitu kali, Zi. Di kantor gue juga. Lo sabar aja sampe lo sendiri yang jadi senior, lah terus lo bisa gantian nyuruh-nyuruh junior lo,” jawab Sandra dengan enteng. Zizi melirik Sandra tak merasa ide sahabatnya tersebut baik.
“Oh ya, lo masih jalan sama Ibra kan? Akhir-akhir ini gue jarang banget liat Ibra jemput lo,” tanya Sandra menatap Zizi penasaran. Namun yang ditanya hanya menghela napas seolah malas menjawab pertanyaan Sandra.
“Nggak tau, deh. Udah 2 hari tuh anak nggak ada ngasih kabar. Nggak tau masih hidup atau nggak,” jawab Zizi sekenanya. Ia menggigit ujung sate ayam yang sedari tadi terhidang di mejanya.
Sandra yang mendengar penuturan asal Zizi langsung membelalakkan mata. “Eh, lo kok gitu ngomongnya ? Lo harusnya minta kepastian dari dia, jangan mau digantung terus kayak gini. Gue sebagai sahabat lo selama 7 tahun sama sekali nggat terima kalo sahabat gue yang paling cantik ini digituin sama dia,”
Sandra kembali menghela napas mendengar Sandra yang kelabakan sendiri sambil terus memaksanya untuk meminta kepastian dari Ibra. Ia sendiri merasa terlalu malas untuk membahas pria yang sudah 2 tahun menjadi kekasihnya tersebut. Ia mengikhlaskan segala yang terjadi dalam hubungannya sekalipun hal terburuk.
Namun, Zizi tak pernah mengira bahwa hal terburuk sekalipun tersebut benar-benar weird, bahkan terlalu weird.
“Jadi menurut lo, Ibra itu punya selingkuhan gitu?” tanya Sandra setelah mendengarkan kemungkinan dari Zizi.
“Ya, bisa jadi. Gue sebenarnya udah curiga sejak lama sih.”
Sandra langsung kalap dan berkata,”Apa? Setelah tahu, lo masih bisa tenang-tenang aja kayak gini? Ayo dong, Zizi, sadar dong. Lo harus ambil tindakan segera. Lo harus labrak tuh cewek yang berani-beraninya mencuri Ibra dari lo.”
Zizi menatap piring satenya yang hanya tersisa bumbu-bumbu kacang dan kecap dengan penuh pertimbangan. “Akan gue pertimbangin deh saran lo.”
Sandra tak bisa berkata-kata lagi. Ia terlalu speechless melihat nasib sahabatnya tersebut, terutama sikap Zizi yang malah terkesan cuek dengan hubungannya sendiri.
“Kita balik sekarang aja yuk, gue takut dicariin bos gue,” ujar Sandra menghabiskan sisa-sisa lemon tea nya. Zizi hanya mengangguk dan segera mengeluarkan dompet dari dalam tasnya dan segera membayar semua makanan mereka.


Di meja kerjanya, Zizi masih kepikiran dengan kata-kata Sandra yang memang ada benarnya. Ia nggak mungkin digantung terus seperti ini. Seberapapun kemungkinan Ibra selingkuh atau nggaknya, ia harus mengambil sikap. Paling nggak pria itu tidak boleh menganggap Zizi lemah dan mudah.
Ibra adalah seorang pria yang pernah dikenalkan salah seorang temannya saat kuliah dulu. Ibra adalah tipe pria yang extrovert, supel, dan punya teman yang bertebaran baik di Jakarta ataupun di luar Jakarta. Maklum, saat ini Ibra bekerja di sebuah promoter musik yang beberapa kali pernah mendatangkan penyanyi dan band Internasional ke Indonesia.
Zizi paham dengan dunia Ibra. Pria itu butuh kebebasan dengan serba-serbi dunianya. Zizi bertahan hampir 2 tahun. Kasus perselingkuhan Ibra bukan hanya kali ini didengarnya. Ia sudah sering mendengar hal tersebut dari beberapa teman-temannya. Namun, Ibra selalu berhasil meyakinkan Zizi bahwa hanya Zizi satu-satunya wanita yang ada di hati Ibra. Tapi, semua pria sama saja. Mereka bisa mengatakan hal yang sama ke banyak wanita.
“Zi, tolong periksain faktur pajak bulan kemarin dong. Biar aku gampang cek ulangnya,” pinta Windy, salah seorang senior Zizi.
Zizi yang sebenarnya dalam situasi mood yang tidak baik enggan untuk menuruti perintah seniornya tersebut. “Penawaranku belum selesai, mbak.”
“Itu kan masih bisa besok. Faktur pajak ini harus diserahkan hari ini juga,Zi. Kalau telat, aku bisa dipecat, Zi.”
Ingin rasanya Zizi langsung berteriak di hadapan seniornya tersebut. “Hello, itu pekerjaan lo. Bukan urusan gue mau lo dimarahi atau dipecat sekalian. Lagian lo kebanyakan ke toilet buat make up, makanya kerjaan lo nggak selesai-selesai.”
“Zi, bisa kan?” Windy melambaikan tangan di depan wajah Zizi yang sedari tadi hanya menatapnya. Zizi tersadar dari umpatannya di dalam hati dan hanya mengangguk, mengabaikan semua kata-kata yang telah disusunnya di pikirannya.
  “Mana mbak yang mau diperiksa?” tanya Zizi akhirnya diikuti senyuman lega di wajah Windy. Dengan cepat, wanita berusia 27 tahun itu menumpuk beberapa map di meja Zizi.
Terpaksa Zizi lembur bersama karyawan lainnya. Sesekali ia mengecek ponselnya untuk membalas beberapa pesan masuk dari Sandra, mamanya, dan Rio. Tak ada satu pun sms dari Ibra.
Tapi salah satu dari pesan itu seakan memberi Zizi suatu informasi penting. Pesan dar Rio, sahabat Zizi yang baru saja dilantiknya jadi mata-matanya.
“Tolong ya, Yo. Kalau ada info apapun tentang Ibra. Lo kasih tau gue ya,” pintah Zizi saat meminta Rio untuk menjadi mata-matanya. Pria tersebut terdengar menghela napas dan mengiyakan permintaan Zizi. Itu alasan beberapa kali Rio sempat mengirim pesan tentang hasil pengamatannya terhadap Ibra kepada Zizi.
Sepulang dari kantor, Zizi kembali ke kontrakannya. Zizi memang tinggal sendirian di Jakarta. Seluruh keluarga besarnya menetap di Bandung. Ia menyempatkan diri untuk pulang ke Bandung paling tidak setiap akhir bulan, tepatnya setelah waktu gajian datang.
Selepas masa SMA, Zizi memutuskan untuk hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan kuliahnya di sana. Sandra adalah seorang sahabat yang tersisa dari kelasnya semasa kuliah dulu. Begitu menamatkan kuliahnya, Zizi langsung meng-apply lamaran ke beberapa perusahaan. Dan, ternyata Zizi diterima di sebuah PT yang tidak terlalu bonafit tapi cukup berkembang.
“Yo, gimana ? Sorry, gue baru sampai di rumah nih,” ucap Zizi melalui ponselnya yang langsung terhubung dengan Rio.
Hard to say, Zi. Gue jadi nggak enak ngomongnya. Tapi, berhubung lo udah kayak adik sendiri buat gue, gue harus tetep kasih tau ini ke lo.” Terdengar suara bass pria itu lirih.
Zizi menghela napas. Feeling-nya berkata memang ada sesuatu yang salah. Tapi, ini adalah keputusannya, seburuk apapun itu.
“It’s ok, Yo. Ceritain aja,” ujar Zizi dengan parau sambil menunggu Rio memberi kabar yang tak mengenakkan itu. “ 

bersambung.... ^^,

You Might Also Like

0 komentar

Baca juga :

Subscribe